Merdeka.com
Kabar dari Bloomberg Billionaires Index yang diperbarui datanya Jumat (13/9) lalu, sangat mengejutkan. Sebab, nama Eka Tjipta Widjaja mendadak jadi orang kaya nomor satu di Indonesia dengan kekayaan mencapai USD 8,4 miliar (setara Rp 96,5 triliun).
Padahal, baru enam bulan lalu, Forbes majalah ternama bidang ekonomi lainnya, melansir pemeringkatan orang superkaya sedunia. Nama Eka tak masuk 25 besar pengusaha tajir di Indonesia pada daftar tersebut.
Bos Grup Sinarmas yang pada 2011 disebut Forbes punya harta mencapai USD 7,7 miliar dan menduduki posisi ketiga di Indonesia, pada daftar paling baru tersingkir oleh wajah-wajah anyar, misalnya Sri Prakash Lohia (USD 3,4 miliar), atau Chairul Tanjung (USD 3,4 miliar). Alasannya, harga komoditas hancur selama 2012, meliputi batu bara, nikel, termasuk kelapa sawit, bisnis andalan Eka.
Satu-satunya yang bisa terus bertahan sebagai nomor satu empat tahun berturut-turut dalam survei Forbes, adalah kakak beradik Budi Hartono dan Michael Hartono. Pada survei Maret lalu, harta kedua pemilik Grup Djarum ini jika dijumlah mencapai USD 16,7 miliar (Rp 189,7 triliun). Apabila di Indonesia mereka ditahbiskan sebagai duet orang terkaya, dalam daftar dunia Budi dan Michael berada di urutan 131 dan 138, versi Forbes.
Menarik untuk ditelaah, apa penyebab Eka bisa nangkring di posisi 139 dunia dan nomor wahid di Indonesia versi Bloomberg, jaringan media yang juga punya reputasi besar dalam liputan kekayaan para pengusaha. Dugaan awal, penaksiran aset ala Bloomberg sangat berbeda dari metode yang digunakan Forbes.
Jika menilik bisnis utama Eka, yakni produsen minyak kelapa sawit (CPO) Golden Agri, kekayaan Eka cukup aneh bila melesat tiba-tiba. Memang, perusahaan yang terdaftar di bursa Singapura itu merupakan penghasil CPO terbesar nomor dua sejagat. Namun, pergerakan harga sawit cukup naik turun tahun ini.
Pada Agustus lalu, harga CPO di bursa komoditas Malaysia sempat naik. Imbas dari fenomena kedelai gagal panen di Amerika Serikat. Harga kelapa sawit mencapai USD 860 per metrik ton semester lalu. Memasuki bulan ini, harga kembali turun tajam, terendah mencapai USD 713 per metrik ton.
Dari catatan Bloomberg, harta pria bernama asli Oei Ek Tjhong ini bertambah USD 47,9 juta, atau melonjak 0,6 persen sejak semester I tahun ini. Hanya saja, anjloknya harga komoditas, termasuk kelapa sawit, diakui menggerus pula kekayaan sang pendiri Sinarmas ini, sekitar USD 490 juta jika dibandingkan tahun lalu.
Salah satu langkah bisnis penting yang dicatat Bloomberg, adalah akuisisi Asia Food & Propertis menjadi Sinarmas Land pada 2011. Perusahaan itu sukses mengembangkan Bumi Serpong Damai, dan tahun lalu memperoleh laba Rp 1,3 triliun.
Bisnis kelapa sawit juga disebut-sebut Bloomberg masih sangat menguntungkan bagi Eka dan keluarganya yang menguasai mayoritas saham Golden Agri. Selain itu, pria 89 tahun ini punya 60 persen saham Smartfren Telecom, dan menguasai pula 53 persen Kiat Indah Pulp and Paper. Kini, kendali bisnis Grup Sinarmas berada di tangan putranya Franky Oesman Widjaja.
Naik turunnya bisnis Eka, akibat fluktuasi harga komoditas relatif tidak dialami oleh pesaingnya, duo Budi dan Michael Hartono.
Sebagai perbandingan, Djarum berhasil menjalankan diversifikasi usaha, sehingga tak melulu mengandalkan bisnis rokok. Bendera Djarum sukses mengambil alih saham mayoritas Bank Central Asia (BCA), disusul kemudian Forum Kasak-Kusuk (KasKus) yang populer bagi warga dunia maya di Indonesia. Pada 2012, pertambahan harta Budi dan Michael Hartono mencapai USD 15 miliar.
Jika merujuk penjelasan Forbes, Sinarmas mustahil menaklukkan Grup Djarum lantaran ada pelemahan kinerja dari anak perusahaan Eka, yakni Sinarmas Multhiartha dan Smartfren Telecom. Dari taksiran Forbes, harta Eka Tjipta anjlok USD 300 juta pada 2012.
Terlepas dari perbedaan versi kekayaan antara Bloomberg dan Forbes, Eka Tjipta merupakan pengusaha yang terbukti tahan banting, walau krisis moneter parah sempat menghantam Indonesia pada 1997.
Dia tiba di Tanah Air saat berusia 7, dari Kota Choan, Provinsi Fujian, China. Bersama sang ayah, dia berjualan apapun, mulai dari kopra sampai biskuit di Sulawesi.
Banting setir ke bisnis kelapa sawit mulai 1962, reputasinya pelan-pelan menanjak semasa Orde Baru. Dia berhasil menjadi rekanan CIAD (Corps Intendence Angkatan Darat/TNI) dalam memasok pelbagai kebutuhan militer Indonesia.
Selanjutnya Eka terjun ke macam-macam bidang usaha, mulai dari pabrik kertas, sampai pembangkit tenaga listrik, ditandai dengan pembangunan Tjiwi Kimia pada satu dekade setelah mulai mapan dengan usaha CPO.
Pada 1996, bisnis CPO berhasil membuatnya jadi salah satu taipan disegani Tanah Air, khususnya lewat merek dagang Golden Agri yang sekarang memiliki 463.400 hektar lahan kelapa sawit.
Bangkrutnya Bank Internasional Indonesia (BII) yang dimiliki Sinarmas akibat badai krisis moneter sempat membuat limbung Eka dan keluarganya. Namun, selepas restrukturisasi utang, kelompok usaha Sinarmas berhasil bangkit, bahkan menambah beberapa lini usaha bidang properti.
Kakek 8 anak dan 40 cucu ini bukannya tanpa masalah selama menjalankan bisnisnya. Usaha kelapa sawit yang dia kelola banyak dikritik pegiat lingkungan. Greenpeace, organisasi pecinta lingkungan militan, menyebut Sinarmas berada di balik penghancuran terbesar hutan hujan alami di Indonesia. Beberapa perusahaan multinasional, misalnya Burger King dan Unilever, sudah mengumumkan ogah membeli produk Sinarmas ataupun Golden Agri akibat tudingan perusakan lingkungan.
Jika publik percaya pada Bloomberg Billionaires Index, berarti Eka selamat dari hantaman anjloknya harga komoditas tahun lalu dan terus mengibarkan bisnisnya yang menggurita.
Peringkat Bloomberg merangkum 200 manusia superkaya di dunia. Pada urutan pertama, tetap bertengger Bill Gates, sang pendiri Microsoft, dengan kekayaan sebesar USD 72,5 miliar atau setara Rp 833 triliun. Gates dikuntit rival abadinya Carlos Slim, taipan media asal Meksiko, di urutan kedua dengan harta mencapai USD 66,3 miliar.
Komentar
Posting Komentar
Komentar