Saat ini kita berada di akhir bulan syaban 1436 H, artinya sebentar lagi kita akan kedatangan tamu agung bagi umat Muslim, yaitu Bulan Ramadhan sebagai bulan yang penuh dengan harapan untuk merubah dan membekali setiap muslim menjadi manusia yang muttaqiin. Menjadikan ramadhan sebagai bulan untuk menfokuskan diri dalam bertaqarrub kepada Allah swt, dengan amalan-amalan yang telah dituntunkan oleh Nabi Muhammad saw.
Nah ... dalam rangka menyambut datangnya Ramadhan biasanya ada tradisinya yaitu padusan. Padusan berasal dari kata dasar "adus", yang berarti mandi. Padusan, dalam hal ini bermakna proses aktivitas mandi. Dalam pengertian budaya, padusan merupakan tradisi masyarakat untuk membersihkan diri atau mandi besar dengan maksud mensucikan raga dan jiwa dalam rangka menyambut datangnya hari ataupun bulan istimewa, seperti bulan Ramadhan.
Karena bulan Ramadhan merupakan bulan suci dan bulan yang sangat istimewa, maka sebagai pintu gerbang untuk memulai serangkaian ibadah Ramadhan, manusia harus mensucikan diri, baik jasmani maupun rohani. Inilah mengapa tradisi padusan hadir di tengah masyarakat. Lalu apa yang dilakukan di dalam acara padusan?
Sebenarnya tidak ada aturan khusus mengenai bagaimana melakukan padusan. pada dasarnya padusan hanyalah tradisi yang hidup di tengah masyarakat dan bukan sebuah kewajiban yang harus dikerjakan dengan konsekuensi timbulnya dosa jika meninggalkannya. Maka padusanpun ya sesederhana makna adus itu sendiri, mandi biasa sebagaimana hari yang lain. Setiap ummat Islam melakukan mandi besar, adus komplit dengan keramasan dari ujung rambut di kepala hingga ujung kaki. Maksudnya tentu saja untuk menghilangkan dan mensucikan diri dari segala macam hadast besar ataupun hadast kecil. Bagaimana dengan tempat padusan?
Karena inti padusan adalah mandi, maka dimanapun manusia dapat melakukan mandi besar, maka padusan dapat dilakukan. Padusan dapat dilakukan di kamar mandi, di blumbang, kedukan, mbelik, sungai, sendang, telaga, bahkan di tepian pantai.
Dalam tradisi padusan yang diwariskan secara turun-temurun dari para leluhur, tidak ada ketentuan bahwa pelaksanaan padusan harus dilakukan oleh banyak orang pada suatu tempat secara bersamaan. Padusan ya masing-masing orang mandi sebagaimana mandi pada hari-hari yang lain. Hal khusus yang membedakan hanyalah niat bersuci untuk menyambut datangnya hari maupun bulan suci itu tadi. Tidak kurang dan tidak lebih!
Jikalaupun kini padusan memberi kesan dilakukannya mandi massal oleh banyak orang, laki-laki maupun perempuan, pada suatu tempat seperti blumbang, kedukan, mbelik, sungai, sendang, kolam renang, telaga, bahkan di tepian pantai, sebenarnya hal tersebut bukan inti dan makna utama sebuah lelaku padusan. Hal seperti itu saya kira lebih kepada upaya para pelaku bisnis tertentu untuk mendapatkan keuntungan ekonomi atau bisnis dengan memanfaatkan momentum acara padusan. Banyak sekali contoh tempat wisata atau taman hiburan air yang mengacarakan padusan yang meriah, bahkan lengkap dengan aneka ragam jenis tontonan, seperti kesenian tradisional hingga pementasan musik ndangdutan.
Perkembangan penyampuran antara tradisi yang bertujuan suci nan mulia dengan kepentingan bisnis ini seringkali menimbulkan persepsi bahwa tradisi padusan justru menjurus kepada tindak kemaksiatan. Kemaksiatan yang dimaksud diantaranya terjadinya mandi bersama-sama pada suatu waktu dan tempat tertentu, terlebih tidak memisahkan tempat antara kaum laki-laki dan perempuan yang jelas-jelas bukan muhrim masing-masing. Di samping itu, pentas ndangdutan tertentu juga sering menjurus kepada tindakan pornoaksi oleh para penyanyi yang menonjolkan aurat ataupun melakukan goyangan-goyangan erotis yang justru mengumbar dan menimbulkan syahwat.
Jaman memang semakin menjadi edan. Segala hal bisa menjadi ladang subur bagi setan untuk membisikkan hasutan-hasutan tindak kemaksiatan. Maka sudah saatnya pemahaman generasi muda dalam melakukan tradisi-tradisi adiluhung yang telah diwariskan nenek moyang harus diluruskan kembali kepada asal muasal dan tujuan sebuah tradisi dilakukan. Kata kunci yang terpenting dari sebuah tradisi, ambil dan laksanakan hal-hal yang baik, benar dan indah untuk dilakukan. Sebaliknya tinggalkan dan jauhi hal-hal yang jelek, salah dan menyimpang dari ajaran agama dari sesuatu yang melekat dalam pelaksanaan sebuah tradisi. Bukankah sebuah tradisi kebaikan digagas oleh nenek moyang untuk semakin meningkatkan harkat dan derajat ummat manusia, menjadi manusia yang sesungguhnya manusia. Tradisi mengantar manusia kepada hakekat sejati.
Nah... demikian istilah Tradisi " Padusan ", silakan di kunyah-kunyah, semoga bermanfaat.
ockychan

Karena bulan Ramadhan merupakan bulan suci dan bulan yang sangat istimewa, maka sebagai pintu gerbang untuk memulai serangkaian ibadah Ramadhan, manusia harus mensucikan diri, baik jasmani maupun rohani. Inilah mengapa tradisi padusan hadir di tengah masyarakat. Lalu apa yang dilakukan di dalam acara padusan?
Sebenarnya tidak ada aturan khusus mengenai bagaimana melakukan padusan. pada dasarnya padusan hanyalah tradisi yang hidup di tengah masyarakat dan bukan sebuah kewajiban yang harus dikerjakan dengan konsekuensi timbulnya dosa jika meninggalkannya. Maka padusanpun ya sesederhana makna adus itu sendiri, mandi biasa sebagaimana hari yang lain. Setiap ummat Islam melakukan mandi besar, adus komplit dengan keramasan dari ujung rambut di kepala hingga ujung kaki. Maksudnya tentu saja untuk menghilangkan dan mensucikan diri dari segala macam hadast besar ataupun hadast kecil. Bagaimana dengan tempat padusan?
Karena inti padusan adalah mandi, maka dimanapun manusia dapat melakukan mandi besar, maka padusan dapat dilakukan. Padusan dapat dilakukan di kamar mandi, di blumbang, kedukan, mbelik, sungai, sendang, telaga, bahkan di tepian pantai.
Dalam tradisi padusan yang diwariskan secara turun-temurun dari para leluhur, tidak ada ketentuan bahwa pelaksanaan padusan harus dilakukan oleh banyak orang pada suatu tempat secara bersamaan. Padusan ya masing-masing orang mandi sebagaimana mandi pada hari-hari yang lain. Hal khusus yang membedakan hanyalah niat bersuci untuk menyambut datangnya hari maupun bulan suci itu tadi. Tidak kurang dan tidak lebih!
Jikalaupun kini padusan memberi kesan dilakukannya mandi massal oleh banyak orang, laki-laki maupun perempuan, pada suatu tempat seperti blumbang, kedukan, mbelik, sungai, sendang, kolam renang, telaga, bahkan di tepian pantai, sebenarnya hal tersebut bukan inti dan makna utama sebuah lelaku padusan. Hal seperti itu saya kira lebih kepada upaya para pelaku bisnis tertentu untuk mendapatkan keuntungan ekonomi atau bisnis dengan memanfaatkan momentum acara padusan. Banyak sekali contoh tempat wisata atau taman hiburan air yang mengacarakan padusan yang meriah, bahkan lengkap dengan aneka ragam jenis tontonan, seperti kesenian tradisional hingga pementasan musik ndangdutan.
Perkembangan penyampuran antara tradisi yang bertujuan suci nan mulia dengan kepentingan bisnis ini seringkali menimbulkan persepsi bahwa tradisi padusan justru menjurus kepada tindak kemaksiatan. Kemaksiatan yang dimaksud diantaranya terjadinya mandi bersama-sama pada suatu waktu dan tempat tertentu, terlebih tidak memisahkan tempat antara kaum laki-laki dan perempuan yang jelas-jelas bukan muhrim masing-masing. Di samping itu, pentas ndangdutan tertentu juga sering menjurus kepada tindakan pornoaksi oleh para penyanyi yang menonjolkan aurat ataupun melakukan goyangan-goyangan erotis yang justru mengumbar dan menimbulkan syahwat.
Jaman memang semakin menjadi edan. Segala hal bisa menjadi ladang subur bagi setan untuk membisikkan hasutan-hasutan tindak kemaksiatan. Maka sudah saatnya pemahaman generasi muda dalam melakukan tradisi-tradisi adiluhung yang telah diwariskan nenek moyang harus diluruskan kembali kepada asal muasal dan tujuan sebuah tradisi dilakukan. Kata kunci yang terpenting dari sebuah tradisi, ambil dan laksanakan hal-hal yang baik, benar dan indah untuk dilakukan. Sebaliknya tinggalkan dan jauhi hal-hal yang jelek, salah dan menyimpang dari ajaran agama dari sesuatu yang melekat dalam pelaksanaan sebuah tradisi. Bukankah sebuah tradisi kebaikan digagas oleh nenek moyang untuk semakin meningkatkan harkat dan derajat ummat manusia, menjadi manusia yang sesungguhnya manusia. Tradisi mengantar manusia kepada hakekat sejati.
Nah... demikian istilah Tradisi " Padusan ", silakan di kunyah-kunyah, semoga bermanfaat.
ockychan
Komentar
Posting Komentar
Komentar